,
Jakarta
–
Gubernur Jawa Tengah
Ahmad Luthfi tak sependapat dengan ide mengirimkan anak-anak yang memiliki masalah ke barak militer, seperti yang diusulkan oleh Gubernur Jawa Barat.
Dedi Mulyadi
.
Ahmad Luthfi mengatakan bahwa kebijakan pendidikan dengan gaya militer tak bakal dipaksakan untuk anak-anak di Jawa Tengah. Pasalnya, pihaknya sudah menetapkan metode pengawasan sesuai peraturan-peraturan yang ada.
“Bila ada anak di bawah umur yang datang, kami akan mengembalikannya kepada orang tuanya. Namun, jika mereka telah berusia dewasa dan melaksanakan perbuatan hukum yang salah, maka pihak kita akan menyelidiki hal tersebut secara mendalam,” jelas Luthfi saat berada di kompleks parlemen DPR/MPR, Jakarta, pada hari Rabu, tanggal 30 April 2025.
Dia menyebutkan bahwa pengasuhan terkait dengan anak-anak yang terlibat dalam kasus hukum sudah memiliki aturan tertentu. Sebagai contoh, jika si anak belum mencapai usia dewasa, otoritas pendidikan tetap berada pada lembaga sekolah sehingga para guru dapat membimbing dan menyarankan kepada orangtua siswa tersebut.
Bagi anak yang telah berumur 18 tahun keatas ada peraturan tersendiri. “Kita terapkan jeratan hukuman dengan tuduhan pelanggaran pidana agar memberikan dampaknya. Bukti dari Jawa Tengah menunjukkan bahwa hal ini dapat menyelesaikannya semua,” jelas Luthsi.
Meskipun demikian, dia mengizinkan Dedi Mulyadi untuk terus menyampaikan ide itu. Menurut Luthfi, lebih utama untuk menegakkan peraturan yang telah berlaku daripada merancang inovasi baru.
“Sudah ada peraturannya kok masih ingin menambahkan. Lebih baik kita patuhi saja aturannya,” ungkap mantan Kepala Polda Jawa Tengah tersebut.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi mengumumkan niatannya untuk menyerahkankan remaja kota Depok yang dinilainya bandel kepada lembaga TNI dan Polri agar mendapatkan pendidikan seperti anggota militer. Dia menjelaskan bahwa aturan baru tersebut bakal dimulai pada bulan Mei tahun 2025. Harapannya adalah supaya Wali Kota Depok Supian Suri dapat bekerja sama dengan pihak kepolisian serta tentara lokal.
“Saya berencana membuat sebuah program dimana anak-anak yang bandel di rumah tidak ingin pergi ke sekolah, mereka hanya pingin jajan terus, ngebut naik sepeda motor terus, bahkan sampai menentang orang tua mereka. Saya pikir lebih baik serahkan kepada Pemkot Depok untuk membimbing mereka di lingkungan militer serta kawasan polisi. Apakah Anda setuju dengan ide ini?” ujar Dedi ketika hadir dalam acara Hari Ulang Tahun ke-26 Kota Depok di Jalan Margonda Raya pada hari Jumat, 25 April 2025.
Menurut Dedi, dia berencana menyusun dana selama setengah tahun sampai mungkin satu tahun demi membimbing anak-anak yang dinilainya bermasalah dengan perilakunya melalui program TNI dan Polri. Dia menjelaskan bahwa nantinya para anak ini akan dikembalikan kepada orang tua mereka jika sudah menjadi lebih baik. Meski begitu, beberapa kelompok memprotes ide tersebut tentang pengiriman anak-anak ke markas militer. Terhadap kritik-kritik itu, Dedi berkomentar bahwa pemikiran barunya bertujuan merombak cara pandang generasi saat ini yang kurang bersaing.
Dia menyebutkan bahwa orangtua akan menulis surat pengesahan dan membawa anak mereka sendiri ke barak TNI guna mendapatkan pendampingan. Dia meyakinkan bahwa hal ini tak akan merugikan posisi akademik sang siswa; mereka masih akan melanjutkan pembelajaran seperti sedia kala. Satu-satunya perbedaan adalah adanya pergantian dalam rutinitas sehari-hari, contohnya yaitu harus tertidur pada jam 8 malam serta terbangun di waktu subuh tepat pukul 4 pagi.
Selanjutnya, sang anak diberi pelajaran tentang kedisiplinan termasuk membersihkan kamarnya sendiri, makan pagi, serta berolahraga pada waktunya. Lebih lanjut, menurut Dedi, para anak ini juga akan dilatih untuk melakukan puasa dari Senin hingga Kamis atau belajar Al-Quran setelah Maghrib jika mereka Muslim.
Di sisi lain, Deputi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat menyebut bahwa ide tersebut tidak sesuai. Dia menjelaskan bahwasanya departemennya telah menerapkan prosedur standar dalam merespons kebutuhan siswa-siswa yang memerlukan arahan tambahan.
“Sudah ada prosedur yakni melalui guru-guru bimbingan konseling (BK). Mereka bertugas mengatasi berbagai permasalahan terkait murid, termasuk perilaku tidak baik mereka,” jelas Atip saat ditemui Tempo pada hari Senin, 28 April 2025.
Atip menyebut bahwa metode yang benar seharusnya dengan cara mendidik. Menurutnya, tindakan mengekspor siswa yang memiliki masalah ke barak tentara tidaklah membantu. “Hal itu justru bisa memberi kesan negatif. Mengapa ada sentimen militaristik dalam sistem pendidikan kita?” ungkap Atip.
Menurutnya, hingga saat ini para guru bimbingan konseling telah tersusun secara efektif dan tersebar di semua sekolah. Peran serta dari guru-guru BK itu sendiri perlu ditingkatkan guna memberikan arahan yang lebih jelas kepada peserta didik.
Dinda Shabrina
dan
Eka Yudha
menyumbang pada penyusunan artikel ini