– Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita dana sebesar Rp 5,5 miliar yang diamankan di bawah ranjang milik Hakim Ali Muhtarom di Jepara, Jawa Tengah. Penemuan tersebut terjadi ketika mereka melakukan penggeledahan di kediaman Ali Muhtarom dalam hubungan dengan perkara putusan bebasnya kasus perizinan ekspor CPO atau bahan mentah untuk minyak goreng.
Anggota Komisi III DPR RI Abdullah menyoroti bahwa temuan sebanyak 3.600 lembar uang kertas berdenominasi 100 dolar AS yang ditemukan di bawah ranjang milik sang hakim menciptakan goncangan besar pada keyakinan masyarakat tentang keseluruhan integritas sistem peradilan di negeri ini.
“Kasus ini tak sekadar membongkar tindakan pribadi, namun juga menunjukkan ketidakmampuan struktural dalam pengawasan serta pelaksanaan hukum di lingkungan peradilan. Hal itu mencerminkan sisi gelap dari sistem peradilan Indonesia,” ujar Abdullah saat berbicara dengan jurnalis pada hari Minggu (27/4).
Abdullah menggarisbawahi bahwa jumlah uang tunai yang teridentifikasi di rumah Hakim Ali Muhtarom pasti akan memunculkan pertanyaan penting berkaitan dengan keterbukaan serta tanggung jawab dari para petugas pemerintahan. Ini karena ratusan atau bahkan mungkin ribuan lembar uang dolar tersebut sangat melampaui harta kekayaannya yang telah dilaporkan sebelumnya.
“Tentu kasus ini mencerminkan krisis etika dan moral di kalangan penegak hukum,” tuturnya.
Selain itu, Abdullah menilai kasus ini juga sudah pasti mengurangi kepercayaan rakyat terhadap lembaga peradilan.
“Saat hakim yang harusnya melindungi keadilan justru terjerat dalam kasus suap, keyakinan publik pada struktur perundang-undangan bakal hilang,” kata Abdullah.
Oleh karena itu, Abdullah mendorong adanya pembaruan yang komprehensif pada prosedur penunjukkan dan pengawasan hakim, bersama dengan tinjauan mendalam terhadap struktur kehakiman di Indonesia.
“Inklusif seleksi yang ketat, program pelatihan etika, serta pemantauan berkesinambungan perlu diprioritaskan guna menghindari kejadian semacam ini kembali terjadi,” jelas Anggota DPRD asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah VI tersebut.
Walaupun Mahkamah Agung (MA) sudah melakukan penanganan dengan menonaktifkan sementaranya Ali Muhtarom serta mendirikan tim investigasi spesial untuk memeriksa masalah ini secara lebih rinci, Abdullah berpendapat bahwa tindakan MA perlu didukung dengan serangkaian langkah nyata tambahan.
“Seperti memperkuat sistem laporannya tentang harta pejabat dan meningkatkan keterbukaan dalam tahapan pengadilan,” terang Abdullah.
Seperti dikenal, Ali Muhtarom yang dulunya bertugas sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, mengumpulkan aset senilai Rp 1,3 miliar. Dia adalah salah satu dari delapan orang yang dituding dalam skandal suap pengaturan putusan bagi terdakwa perusahaan dalam kasus penyuapan ekspor bahan mentah minyak goreng.
Ali diketahui menerima uang suap bersama dengan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang pada saat itu berperan sebagai Wakil Ketua PN Jakpus. Sementara itu, Arif Nuryanta sebelumnya sudah ditentukan sebagai tersangka dan diadili oleh jaksa.
Kejaksaan Agung telah mengamankan sejumlah uang mencapai Rp 5,5 miliar selama operasi pencarian di kediaman Ali yang berada di kawasan Jepara, Jawa Tengah, pada hari Minggu, tanggal 13 April kemarin. Dana tersebut termasuk dalam 36 ikat lembaran uang dengan denominasi USD 100.