Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Ditolak, Warga Sipil Protes

Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Ditolak, Warga Sipil Protes



— Perdebatan tentang pro dan kontra berkaitan dengan wacana memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, masih berlanjut. Terbaru, kelompok Gerakan Masyarakat Adili Soeharto (GEMAS) menyuarakan penolakannya melalui demonstrasi diam-diam di hadapan Kantor Kementerian Sosial, Jakarta, pada hari Kamis tanggal 15 Mei.

Beberapa pemuka dan kelompok masyarakat sipil juga turut serta dalam acara tersebut. Antara lain ada Usman Hamid dari Amnesty International, Bivitri Susanti yang merupakan ahli hukum tata negara, Organisasi Kontras, Imparsial, Lembaga Bantuan Hukum di Jakarta, sampai pada korban peristiwa tahun 1965 yaitu Bedjo Untung.

GEMAS berpendapat bahwa Soeharto tidak pantas mendapatkan gelar pahlawan nasional lantaran catatan sejarahnya dianggap bertolak belakang dengan prinsip-prinsip utama dari kepahlawanan.

Pada pertemuan dengan Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul), GEMAS menyampaikan tiga berkas penting yang mengandung argumen penolakannya. Dokumen-dokumen tersebut juga termasuk informasi dari PBB, UNODC, Bank Dunia, serta Transparency International, yang mendocumentasikan Soeharto sebagai salah satu pemimpin global terkorup.

“Jumlah total dari dugaan kerusakan keuangan mencapai USD 419 juta. Meskipun demikian, ketika meninggal dunia, Soeharto masih dianggap sebagai tersangka dan proses gugatan perdata atas yayasan-yayasan yang dimiliknya tetap berlangsung,” kata Usman Hamid dengan tegas.

Di luar tuduhan korupsi, GEMAS juga mengkritik pelanggaran Hak Asasi Manusia selama era Orde Baru, yang meliputi insiden tahun 1965, penyekapanaktivis tanpa pengadilan, serta pengekangan atas kebebasan individu.

6.000 Tanda Tangan Penentangan Dikirimkan kepada Kementerian Sosial

GEMA tidak hanya menyampaikan dokumen argumenatif, tetapi juga mengajukan petisi penolakan yang telah dikumpulkan lebih dari 6.000 tandatangan dari warga biasa dan deklarasi bersama dari 27 lembaga global.

“Kita perlu menyadari bahwa bila gelar pahlawannya dapat direkomendasikan oleh publik, maka suara penentangan dari masyarakat pun harus diperhitungkan dan dipertimbangkan,” ungkap Jane Rosalina dari GEMAS.

Menghadapi permintaan tersebut, Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan bahwa para peneliti dan ahli gelar akan mencermati setiap usulan dengan sikap netral. Dia pun menerangkan bahwa nama Soeharto diajukkan lewat jalur resmi, yaitu melalui instansi pemerintahan di tingkat daerah.

“Kami mencatat informasi tersebut dan akan mengirimkan umpan balik itu kepada tim penilai. Tim ini terdiri atas para ahli, sejarawan, serta perwakilan dari beragam disiplin ilmu,” katanya.

Di sisi lain, Staf Khusus Mensos Abdul Malik Haramain menyatakan bahwa tahapan pemilihan gelar Pahlawan Nasional senantiasa dijalankan dengan cermat serta didasari oleh analisis lintas disiplin ilmu.

“Kami menjamin bahwa tak ada keputusan yang diambil secara tergesa-gesa. Setiap masukan ditangani sambil memperhatikan berbagai faktor seperti sejarah, undang-undang, serta etika,” katanya.

Post Comment

You May Have Missed