Rachmat Gobel: Kerjasama Kementerian Diperlukan dalam Kebijakan Impor demi Mendukung Visi Tom Lembong

Rachmat Gobel: Kerjasama Kementerian Diperlukan dalam Kebijakan Impor demi Mendukung Visi Tom Lembong



Rachmat Gobel, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) dari tahun 2014 hingga 2015, menyatakan bahwa dirinya tidak pernah memanfaatkan kewenangannya secara sepihak untuk merancang kebijakan impor, terutama impor gula.

“Tiada, saya tak pernah menggunakannya,” ujar Rachmat Gobel saat memberikan keterangannya di Pengadilan Tipikor yang berlokasi di PN Jakarta Pusat, kemarin Jumat (15/5).

Rachmat Gobel menyampaikan pernyataan tersebut ketika berperan sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan suap impor gula yang melibatkan Menteri Perdagangan tahun 2015-2016, yaitu Thomas Trikasiah Lembong atau lebih dikenal dengan nama Tom Lembong.

Di saat tersebut, Rachmat Gobel menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Anggota Majelis Hakim, Alfis Setiawan, tentang diskresi dalam proses impor gula. Menanggapi jawaban Rachmat Gobel, Hakim Alfis kemudian mengulangi dengan bertanya lebih lanjut seputar masalah diskresi impor selama masa jabatannya.

Hakim Alfis bertanya, ‘Jika sudah pernah, tentunya saya dapat menanyakan kembali tentang apa?’

“Tidak, saya tidak pernah memberikan diskresi,” menjawab Gobel.

Hakim pun bertanya, apakah untuk keputusan impor perlu adanya rekomendasi dari departemen lain? “Mengenai masalah impor tersebut, Pak, apakah sebaiknya ada rekomendasi dari kementerian yang berbeda?” tanya Hakim Alfis.

“Begitu juga untuk para produsen, urusan ini saya selaraskan dengan Kementerian Perindustrian. Tujuannya adalah untuk memastikan sejauh mana keperluan bahan baku seperti gula dan lain-lain jika ada kewajiban mengimpor. Ini semua dilakukan agar dapat menjamin kelancarannya dalam proses produksi,” jelas Gobel.

Menurut Gobel, perlu adanya kerjasama dengan Kementerian Perindustrian guna mendiskusikan jumlah besar bahan baku yang direncanakan untuk diimpor. Dia setuju bahwa dibutuhkan persetujuan dari pihak Kementerian Perindustrian sebelum proses impor dilakukan.

“Dalam diskusi yang kami lakukan pada pertemuan antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, kami mengevaluasi jumlah kebutuhan tersebut. Tentunya saran ini berasal dari Kementerian Perindustrian,” jelas Gobel.

Setelah mendengarkan pernyataan Gobel, Hakim Alfis bertanya apakah hal tersebut adalah suatu kondisi bila seseorang berencana untuk mengimpor barang. “Apakah ini sebagai salah satu ketentuan jika mau melakukannya, bukan begitu Pak?” tanya Hakim Alfis.

“Memang itu yang kami lakukan,” katanya dengan tegas.

Tom Lembong dituntut karena mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 578.105.411.622,47 atau kira-kira Rp 578 miliar. Ia dituduh telah bertindak untuk memperkaya dirinya sendiri serta orang lain terkait dengan kasus dugaan tindakan korupsi impor gula.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa tindakan korupsi yang dimaksud terjadi ketika Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan mulai tanggal 12 Agustus 2015 sampai dengan 27 Juli 2016.

Jaksa mengatakan bahwa Tom Lembong sudah merilis sebanyak 21 pengakuan atau kesepakatan untuk impor gula Kristal Mentah (GKM). Menurut jaksa, terdapat 21 izin impor yang dikeluarkan tanpa didampingi oleh rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Tom Lembong dituduh melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 bersama-sama dengan Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Korupsi yang kemudian diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 mengenai Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TindakPidana Korupsi serta terseret dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukuman_pidana (KUHP).

Post Comment

You May Have Missed