Geger Google: 300 Karyawan Tolak Bantuan Teknologi ke Israel, IDF Gunakan AI untuk Operasi Militer

Home » Geger Google: 300 Karyawan Tolak Bantuan Teknologi ke Israel, IDF Gunakan AI untuk Operasi Militer

.JAKARTA – Beberapa orang menyuarakan penolakan atas tindakan keras Israel dalam konflik di Gaza, Tepi Barat, Lebanon, serta Suriah. Mereka khawatir situasi akan menjadi lebih buruk lagi. Grup pegawai dari perusahaan Google ikut mengkritik perilaku tersebut. Walaupun organisasi Google mendukung Israel, sejumlah besar stafnya malahan menentang negara dengan pandangan Zionisme yang dinilai melupakan asas kemanusiaan dan keadilan.

Pegawai dari Google DeepMind di Britania Raya telah bersatu dengan serikat buruh dalam upaya menentang langkah perusahaan mereka yang berencana menjual produk teknologi kecerdasan buatannya kepada organisasi pendukung yang memiliki koneksi dengan pemerintahan Israel, demikian dilansir oleh Financial Times pada hari Sabtu kemarin.

Laporan itu, yang merujuk pada sumber informasi, menunjukkan bahwa sekitar 300 pekerja Google DeepMind di London sudah mencoba untuk bergabung dengan Serikat Pekerja Telekomunikasi dalam beberapa minggu terakhir.

DeepMind dipegang oleh Alphabet, perusahaan utama Google. Google, Google DeepMind, serta Serikat Pekerja Komunikasi belum memberikan tanggapan atas permintaan komentarnya Reuters.

Surat kabar itu menyatakan bahwa laporan media tentang penjualan Google dari layanan cloud serta teknologinya berbasis kecerdasan buatan kepada Kementerian Pertahanan Israel sudah memicu ketakutan antara para pekerjanya.

Google sebelumnya menghadapi masalah terkait hubungannya dengan Israel, ketika memecat 28 karyawan tahun lalu setelah mereka memprotes kesepakatan layanan cloud yang dibuat perusahaan tersebut dengan pemerintah Israel.

AI jadi alat pembunuhan yang dilakukan Israel

Beberapa perusahaan besar teknologi dari Amerika Serikat (AS) sudah mendukung Israel dalam menemukan dan menghentikan sejumlah pelaku militer yang lebih banyak serta lebih cepat di wilayah Gaza dan Lebanon menggunakan ketepatan algoritma cerdas berbasis artificial intelligence (AI) dan jasa komputasi mereka.

Meskipun demikian, jumlah korban tewas dari kalangan masyarakat sipil pun naik, serta timbul keprihatinan bahwa peralatan tersebut ikut menyebabkan kematian bagi mereka yang tak bersalah, sesuai hasil investigasi dari agen berita Amerika Serikat Associated Press (AP).

 

Militer Israel sudah mengadakan kontrak dengan pihak swasta untuk mengembangkan senjata otomatik khusus dalam jangka waktu yang lama.

Pertempuran terbaru di Israel merupakan ilustrasi jelas tentang bagaimana model AI komersial yang dibuat oleh Amerika Serikat telah dimanfaatkan dalam konflik militer berlangsung. Meski demikian, pendekatan ini datang dengan sejumlah tantangan, menciptakan keraguan apakah teknologi semacam itu pada dasarnya dirancang untuk mengambil keputusan soal nyawa atau kematian seseorang.

Militer Israel mengimplementasikan teknologi kecerdasan buatan (AI) guna menganalisis volume besar informasi inteligen, pesan-pesan hasil penyadapan, serta rekaman pemantauan untuk mendeteksi tuturan-tuturan atau tindakan yang mencurigakan dan meramalkan aktivitas lawannya.

Setelah serangan tiba-tiba yang dilancarkan oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023, penerapan teknologi dari Microsoft serta OpenAI menjadi lebih luas.

Tinjauan mediasi ini pun menyingkap informasi terbaru perihal mekanisme pemilihan sasarannya oleh sistem AI serta metode kerusakannya, seperti halnya data keliru ataupun algoritme bermasalah.

Investigasi ini didasarkan pada dokumen internal, data, dan wawancara eksklusif dengan pejabat dan karyawan Israel saat ini dan sebelumnya dari perusahaan terkait.

Tujuan Israel di balik serangan tersebut, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang, adalah untuk membasmi Hamas.

Militer Israel menggambarkan AI sebagai “faktor penentu” yang memungkinkannya menemukan target dengan lebih cepat.

Sejak konflik pecah, lebih dari 50.000 jiwa sudah melayangkan nyawa di Gaza dan Lebanon, serta mendekati 70 persen struktur gedung di Gaza dilaporkan rusak berat, sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh kementerian kesehatan kedua wilayah tersebut.

“Ini merupakan pengakuan pertama dari kita bahwa model AI untuk bisnis telah dipergunakan secara langsung pada saat perang,” ujar Heidy Khlaaf, ahli utama bidang AI di AI Now Institute serta mantan insinyur keamanan di OpenAI.

“Dampaknya sangat besar terhadap peran teknologi dalam memungkinkan terjadinya peperangan yang tidak etis dan ilegal seperti ini di masa mendatang.”

Di antara perusahaan teknologi Amerika, Microsoft memiliki hubungan yang sangat dekat dengan militer Israel selama beberapa dekade.

Hubungan tersebut, beserta kaitannya dengan perusahaan teknologi lain, membaik setelah serangan Hamas.

Israel mengalami tekanan besar akibat perang itu yang membuat beban berat pada server mereka sendiri serta mendorong peningkatan ketergantungan pada pemasok di luar negeri, demikian disampaikan dalam presentasi Kolonel Racheli Dembinsky, pejabat senior bidang teknologi informasi militer, beberapa waktu lalu.

Ketika ia menyebutkan bahwa AI sudah memberikan “keefektifan operasional yang luar biasa” kepada Israel di Gaza, layar besar dibelakangnya menampilkan logo-logo milik Microsoft Azure, Google Cloud, serta Amazon Web Services.

Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan dari Microsoft serta OpenAI oleh angkatan bersenjata Israel meningkat drastis mencapai lebih kurang 200 kali lipat mulai bulan Maret dibandingkan dengan aktivitasnya sebelum serangan tanggal 7 Oktober, seperti ditemukan dalam analisis data internal firma tersebut oleh Associated Press.

Volume data yang tersimpan di server Microsoft berkali-kali lipat mencapai lebih dari 13,6 petabit pada periode tersebut hingga Juli 2024, setara dengan kira-kira 350 kali ruang penyimpanan yang diperlukan untuk menampung seluruh koleksi buku di Perpustakaan Kongres.

Penggunaan server komputer besar-besaran milik Microsoft oleh militer juga meningkat hampir dua pertiga hanya dalam dua bulan pertama perang saja.

Microsoft enggan memberikan pernyataan apapun mengenai berita tersebut dan tidak merespons serangkaian pertanyaan rinci secara tertulis tentang teknologi kecerdasan buatan serta layanan cloud-nya yang ditujukan untuk mendukung militer Israel.

Di pengumuman yang cukup panjang pada laman resminya, perusahaan itu menyebutkan bahwa “penghargaan terhadap hak-hak dasar manusia merupakan prinsip utama bagi Microsoft” serta mereka bersumpah akan “terus mendorong dampak positif dari teknologi secara global.”

Dalam Dokumen Tranparansi Kecerdasan Buatan yang Bertanggung jawab senilai 40 halaman di tahun 2024, Microsoft berkomitmen untuk ‘mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memantau ancaman dari kecerdasan buatan pembuat konten selama proses penciptaan guna mencegah potensi kerugian’, meskipun perjanjian militer eksklusifnya dengan entitas tertentu tidak disingkapkan.

Model kecerdasan buatan yang kompleks dihadirkan oleh OpenAI, pengembang dari ChatGPT, lewat layanan cloud Azure milik perusahaan Microsoft. Dokumen serta data menunjukkan bahwa model ini telah dibeli oleh militer Israel.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright 2023 | Powered by WordPress | Mercury Theme