Roy Suryo memberikan respons setelah dituduhkan kepada pihak berwenang terkait kasus ijazah palsu yang menyangkut Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo.
Masalah itu memang mulai hangat dibicarakan lagi beberapa waktu terakhir.
Tidak hanya itu, beberapaaktivis protes juga terlibat di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Satu di antara paraaktivis itu adalah Roy Suryo yang kemudian ikut serta dalam pertemuan dengan pihak universitas.
ternyata hal itu menyebabkan dia dilaporkan ke polisi.
Alih-alih merasa terbebani, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga tersebut justru menjadi lebih tenang.
Ketidakpedulian tersebut berhubungan dengan dakwaan yang ditujukan kepadanya, yaitu Pasal 160 KUHP mengenai provokasi di depan publik.
Roy berpendapat bahwa tudusan menghasut yang dialamatkan padanya sungguh-sungguh tak sesuai, khususnya bila dilihat dari isi pernyataan yang dia keluarkan.
Dia menganggap bahwa pelaporan tersebut mestinya menyebabkan pihak pengadu merasa malu, karena laporan yang sama pernah di tolak oleh Bareskrim Polri pada waktu lampau.
“Serunya jika kita terkena Undang-Undang HukumPidana Dasar tersebut. Padahal, yang mengadukan dariPeradi Bersatu seharusnyamalu. Pengaduan mereka diBareskrim telah ditolak. Yang justru menerima laporanhanyalah dariRelawan Nusantara diPolresJakartaPusat,” ujarRoySuryokepadaTribunnews.com,Sabtuf(26/4/2025).
Menurut laporannya, Roy mengatakan bahwa dia menanggapinya dengan tenang.
“Soal pelaporannya, kita biarkan saja dulu. Mari tunggu prosesnya hingga sepenuhnya dilakukan secara jujur dan adil sesuai dengan prinsip kesetaraan di hadapan hukum. Tidak seharusnya ada pihak yang mencoba memaksakan kemauan atau menggunakan cara-cara tercela untuk menjatuhkan lawan hanya karena masih memiliki pengaruh,” katanya.
Namun begitu, Roy menegaskan bahwa dia masih mematuhi undang-undang dan bersedia mengikut semua tahapan yang diperlukan.
Dia juga memastikan bahwa tak ada pengumpulan dana ataupun bantuan yang dilaksanakan berdasarkan namanya terkait kasus ini.
“Ini dia intinya, kita sudah benar-benar siap dan sungguh-sunguh mengucapkan terima kasih kepada lebih dari 400 pendukung yang meliputi pengacara, pemuka masyarakat, dosen-dosen, serta beberapa pihak lainnya yang telah dicatat hingga saat ini. Saya ingin menegaskan kembali bahwa kami sama sekali tidak menerima atau bahkan memohon bantuan apa pun; harap diingat agar tak ada pihak yang mencoba memanfaatkan keadaan ini,” tegasnya.
Roy juga menginginkan agar jalannya hukum dapat terjadi secara adil tanpa ada campur tangan politik. Dia tegaskan bahawa dia cuma nyatakan pendapatnya yang memang dijamin oleh undang-undang, bukannya provokasi seperti tuduhan yang ditujukan padanya.
“Kami sekadar menginginkan agar keadilan sungguh-sungguh dilaksanakan tanpa campur tangan dari kuasa yang ada. Seharusnya negara hukum ini menerapkan ketidakberpihakan kepada setiap orang,” tegas Roy.
Di luar Roy Suryo, ada tiga individu lagi yang diajukan laporan pada Rabu (23/4/2025).
Pelapor merupakan bagian dari Organisasi Pemuda Patriot Nusantara serta Tim Sukarelawan untuk Joko Widodo.
Tiga nama tambahan pun disebutkan, yakni pakar forensik digital Rismon Sianipar, wakil ketua TPUA Rizal Fadillah, serta dokter Tifauzia Tyassuma.
“Ini dia inisial yang dilaporkan: RS, RSM, RF, dan TT. Mungkin teman-teman telah mengenalnya sebelumnya,” ujar Kuasa Hukum pengadu, Rusdiansya, saat berada di Mapolres Jakarta Pusat.
Laporan itu merujuk pada tuduhan penyebaran berita bohong tentang kontroversi ijazah Presiden Jokowi yang diklaim palsu. Penuntut mengklaim bahwa semua pihak ini empat orang tersebut telah mendistribusikan pendapat yang dapat menciptakan ketidaknyamanan di kalangan masyarakat umum.
Satu hari setelah itu, Peradi yang bersatu di bawah nama grup Advocate Public Defender pun berupaya untuk mengajukan laporan terkait kasus sejenis kepada Bareskrim Polri.
Akan tetapi, laporannya tak di terima dan sebaiknya ditujukan kepada Polda Metro Jaya mengingat lokasi tindak pidana atau tempat kejadiannya.
“Kami menyusun laporan ini dengan didasari oleh tuduhan yang secara jelas memprovokasi dan menciptakan keributan. Hal ini tidak dilakukan karena adanya paksaan dari pihak manapun, melainkan semata-mata untuk melestarikan tatanan hukum,” ungkap Ade Darmawan, seorang anggota pelapor dari kelompok Advocate Public Defender.
Artikel ini sudah dipublikasikan di
Tribunnews.com